Senin, 07 Maret 2011

Fenomena Faktor Penentu Harga Eceran Beras Di Indonesia


Di antara kebutuhan pokok, beras dan minyak goreng merupakan komoditas yang posisinya sangat strategis dan karena itu pemerintah selalu berusaha agar harga kedua komoditas tersebut relatif stabil. Pengertian "stabil" tidaklah bersifat statis, tetapi dinamis yakni suatu kondisi dimana variabilitas harga antar waktu berada pada kisaran yang masih memungkinkan bagi stakeholder (produsen dan konsumen) untuk melakukan penyesuaian dalam jangka pendek. Bagi konsumen, determinan dari kemampuan untuk melakukan penyesuaian adalah daya beli; sedangkan bagi produsen determinannya adalah tingkat penerimaan yang cukup untuk menutup semua biaya variabel. 

Per konsep, instabilitas harga tercermin dari variasi harga antar waktu sehingga mencakup kenaikan maupun penurunan harga. Meskipun demikian, fokus kajian kebijakan stabilisasi lazimnya terkait dengan kelompok sasaran. Sebagai contoh, sasaran kebijakan pemerintah dalam penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) ataupun tarif impor adalah untuk melindungi produsen. Oleh karena itu, pengamatan dan kajian dalam konteks itu difokuskan pada fenomena penurunan harga. Sebaliknya, oleh karena sasaran kebijakan dari Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 22/M-DAG/PER /10/ 2005 ataupun kebijakan pemerintah dalam operasi pasar beras adalah untuk melindungi konsumen maka fokus kajian diarahkan pada fenomena kenaikan harga.
Kebijakan pemerintah dalam bidang pangan khususnya beras, cukup komprehensif. Untuk melindungi produsen kebijakan yang ditempuh adalah penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), tarif impor, "buka tutup impor". Sedangkan untuk melindungi konsumen, kebijakan yang ditempuh antara lain adalah penetapan harga eceran tertinggi, operasi pasar beras, bantuan beras (subsidi) kepada penduduk miskin (raskin) dan sebagainya. Eksekusi program pengamanan HPP, pembentukan cadangan pemerintah (melalui pengadaan dalam negeri maupun impor), operasi pasar, dan program raskin dilakukan oleh pemerintah melalui lembaga non departemen yakni Badan Urusan Logistik (BULOG).
. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahan Pangan dinyatakan bahwa harga pangan tertentu yang bersifat pokok di tingkat pasar dinyatakan tidak stabil jika kenaikannya mencapai lebih 25 % dari harga normal. Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 22 / M-DAG / PER /10/ 2005 dinyatakan bahwa gejolak harga beras adalah kenaikan harga beras di tingkat konsumen mencapai lebih dari 25 % dari harga normal dan berlangsung selama 1 (satu) minggu. Dalam hal ini yang dimaksud "Harga Normal" adalah harga rata-rata beras kualitas medium di tingkat konsumen yang telah berlangsung selama 3 (tiga) bulan sebelum terjadinya gejolak harga beras.
Eksekusi Kebijakan Pemerintah terkini yang berkenaan dengan stabilitasi harga beras adalah program Operasi Stabilisasi Harga Beras (OSHB) pada akhir 2007, yang tujuannya adalah menjaga stabilisasi harga beras dalam negeri yang tidak bersumber dari stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP), tetapi stok operasional BULOG. Untuk itu kebijakan yang ditempuh mencakup kebijakan yang berkenaan dengan operasi pasar dan kebijakan yang berkenaan dengan impor beras. Dalam implementasinya, BULOG melakukan intervensi pasar melalui 3 jalur yaitu langsung ke pasar melalui program OSHB dan OPK-CBP dan tidak langsung melalui program Raskin. Dalam hal impor beras, pemerintah memberi hak monopoli impor beras hanya kepada BULOG dan bea masuk dinaikkan dari Rp 450/kg menjadi Rp 550/kg, serta kuota impor BULOG sebesar 1,5 juta ton. 

Selanjutnya adalah informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi instabilitas harga eceran beras (tujuan penelitian yang ketiga) sangat diperlukan untuk memilah dan memilih instrumen kebijakan apa yang secara langsung atau tidak langsung dapat dipergunakan oleh pemerintah untuk memelihara stabilitas harga. Secara teoritis terdapat faktor-faktor yang sifatnya eksternal, artinya di luar kendali pemerintah dan faktor-faktor internal (dapat dikendalikan oleh pemerintah). Hasil kajian menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap instabilitas harga beras adalah: instabilitas harga BBM, instabilitas stok beras akhir bulan yang dikuasai BULOG, instabilitas volume impor beras, dan volume operasi pasar beras yang dilakukan BULOG. Secara ringkas sebagai berikut:
• Harga eceran beras semakin tidak stabil jika harga BBM tidak stabil.
• Harga eceran beras semakin stabil jika mobilisasi stok beras lancar.
• Harga eceran beras semakin stabil jika volume impor beras lebih stabil.
• Harga eceran beras semakin stabil jika volume operasi pasar semakin besar.
Variabel-variabel penjelas lainnya (instabilitas luas panen, instabilitas harga beras di pasar internasional, peran swasta dalam impor beras, instabilitas tarif impor beras, dan instabilitas harga beras periode sebelumnya) tidak berpengaruh nyata.

Refrensi :





Tidak ada komentar:

Posting Komentar